Arema dan Arema Fans Club PS Arema didirikan pada tanggal 11 Agustus 1987 oleh H. Acub Zaenal dan Ir. Lucky Zaenal. Dari awalnya Arema klub swasta. Pada waktu Arema berdiri Liga Indonesia dibagi dua: liga untuk klub semi-profesional bernama Galatama dan Liga klub Perserikatan. Klub-klub Perserikatan tergantung pada pemerintah daerah untuk dana. Sementara klub Galatama tergantung pada sponsor swasta. Walaupun Arema belum pernah juara selama zaman Ligina, Arema juara Galatama pada tahun 1993. Pada tahun 1994 klub semi-profesional digabungkan dengan klub Perserikatan untuk menjadi Ligina.
Pada tahun 1988 yayasan Arema Fans Club (AFC) berdiri. Ketua pertamanya adalah Ir. Lucky Zaenal. Pada awalnya ada 13 korwil. Setiap korwil adalah pengurus hal suporter Arema di sebuah kampung atau daerah di Malang.

Di artikel “Aremania Junjung Sportivitas” diterbitkan di Bestari, no.156, 2001 diceritakan bahwa menurut suporter Arema, AFC itu sangat individual, yaitu berkaitan dengan hubungan antara suporter dengan suporter lain. Akibatnya AFC terhadap kesulitan mendorong kerukunan suporter. AFC pernah dianggap sebagai yayasan yang terlalu ekslusif maupun kelas menengah untuk diterima oleh kebanyakan suporter Arema.
Sekitar tahun 1994 AFC dibubarkan. Menurut Lucky Zaenal itu karena banyak kesibukan dan soal generasi. Walaupun keadaan tokoh-tokoh AFC pasti mempengaruhi keruntuhan AFC, harus ditanyakan mengapa AFC tidak diteruskan oleh kelompok atau orang baru. Mungin itu tidak terjadi karena sudah jelas bahwa AFC tidak didukung oleh suporter. Barangkali tokoh-tokoh AFC sadar pada fakta itu. Makanya mantan-tokoh AFC langsung terlibat dalam proses mengembangkan nama dan simbol yang akan mempersatukan suporter. Memang tidak semua inisiatif AFC gagal. Harus diingatkan bahwa dengan AFC mulai sistem organisasi suporter yang berdasarkan pada korwil. Korwil-korwil tidak hilang dengan kematian AFC tetapi jumlahnya bertambah. Di samping itu AFC berdiri dalam konteks keras yaitu pada waktu geng-geng pemuda Malang merupakan para suporter Arema.
Aremania muncul
Pada pertengahan tahun 1990-an geng-geng Malang mulai luntur. Sementara itu istilah Aremania muncul sebagai nama para suporter Arema. Sebetulnya dua fenomena tersebut merupakan perubahan total dalam budaya pemuda Malang yang dikatalisasikan oleh beberapa tokoh. Di artikel `Aremania Mengukir Sejarah Baru’ diterbitkan di Bestari, no. 156, 2001 Gus Nul mantan pelatih Arema menceritakan bahwa walaupun kurang jelas dari mana istilah Aremania itu muncul, nama itu mempersatukan suporter Arema. Secara psichologis persamaan dasar antara Arema dan Aremania membuat suporter merasa bersatu. Kata Aremania bisa dibagi Arema dan Mania. Aremania itu muncul secara spontan dari suporter Malang yang mulai bosan dengan perkelahian geng-geng tersebut. Ada beberapa alasan untuk perubahan itu. Pertama-tama geng-geng mulai luntur karena soal generasi. Anggota geng walaupun masih muda selama akhir 1980-an, di pertengahan 1990-an lebih dewasa. Karena sudah lumayan tua mulai bosan dengan kegiatan geng.
Di samping itu, pada 1994 Ligina yang pertama dimulai dan PSSI mulai mendorong sepak bola Indonesia menjadi lebih profesional. Pemain asing mulai main untuk klub Indonesia. Itu termasuk upaya untuk menaikkan kualitas liga sepak bola. Pemain asing pernah main untuk Arema. Pernah ada pemain dari Afrika, Amerika Selatan, Korea Selatan dan juga Australia. Dari semua ini yang paling terkenal ada pemain dari Negara Chile bernama Rodriguez `Paco’ Rubio. Sekarang menurut suporter Malang dia semacam pahlawan sepak bola Arema. `Paco’ Rubio menembus gol lawan selama putaran Delapan Besar Ligina VI. Di samping itu, selama Ligina VII ada pemain dari Afrika namanya Frank Bob Manuel yang dengan sayang dipanggil `Bobby’ (selama Ligina VIII main untuk klub perserikatan Malang Persema). Selama Ligina VIII Jaime Rojas (mantan pemain Persema) juga berasal dari Chile masuk klub.
Dengan berupaya ke profesionalisme suporter mulai lebih tertarik pada permainan khususnya karena impor pemain luar negeri. Juga ada pemain lokal yang menjadi bintang. Misalnya Ahmad Junaedi selama Ligina VI tetapi setelah itu dia pindah ke Persebaya dan menjadi musuh suporter fanatik. Akhirnya mau kembali ke Arema dia ditolak oleh pengurus Arema. Daripada membeli Junaedi lagi mereka memilih mendidik pemain muda berasal dari Jawa Tengah bernama Johan Prasetyo. Johan Prasetyo telah menjadi bintang Aremaa. Selain Prasetyo ada Aji Santoso, pemain yang berpengalaman itu pernah main untuk timnas Indonesia. Karirnya setelah di Arema ke Persebaya dan kemudian ke PSM Makassar. Akhirnya main untuk Persema sebelum main di Arema lagi.
Dengan impor pemain asing dan perhatian pada pemain profesional orang Indonesia, yang berkembang antara para suporter Indonesia adalah minat pada sepak bola bukan fanatisme terhadap klub saja. Di artikel `Suporter Bergeser Jadi Football Minded’ diterbitkan di Jawa Pos 9 Maret 2002 perubahan sikap suporter digambarkan. Ternyata bahwa para penonton mulai memilih menonton pertandingan menurut suguhan kualitas sepak bolanya. Yaitu penonton mulai memilih pertandingan dengan lawan kualitas sepak bola tinggi. Barangkali suporter Indonesia dipengaruhi tayangan sepak bola dari luar negeri. Suporter mulai menuntut kualitas dari sepak bola Liga Indonesia.
Di samping itu perubahan suporter Malang didorong beberapa tokoh perintis Aremania. Sebenarnya munculnya generasi geng dapat dicegah karena upaya tokoh Aremania. Di artikel `Aremania Sebuah Gerakan Rakyat’ diterbitkan di Kompas, 1 April 2002 diceritakan bahwa suporter didorong oleh tokoh seperti Ovan Tobing, Lucky Zaenal, Iwan Kurniawan, Eko Subekti dan Leo Kailolo untuk menjadi suporter bersatu dan sportif. Pasti mereka sadar bahwa suporter brutal akan merugikan PS Arema, dan kalau klub Arema akan berusaha ke profesionalisme seharusnya suporter juga. Tokoh yang tersebut membantu membangun simbol klub Arema yang telah menjadi simbol suporter juga. Di artikel `Aremania junjung sportivitas’ diterbitkan di Bestari, no 156 2001 bahwa tokoh perintis ini mengusulkan Aremania dijuluki `Macan Putih’ atau `Singa Putih’ karena Arema berdiri pada 11 Agustus yang termasuk zodiak Leo. Kemudian secara spontan ada orang antaranya yang teriak `edan’. Mungkin itu mucul dari bagian belakang istilah Aremania yaitu `mania’. Kata `mania’ berarti edan.
Dari latar belakang nama Aremania dan simbol Singo Edan semacam bahasa Malang berkembang. Kata-kata bahasa Indonesia dan bahasa Jawa terbalik merupakan bahasa Malang atau fenomena Ngalamania. Misalnya Singo Edan menjadi Ongis Nade dan Orang Malang menjadi Genaro Ngalam. Di samping itu arek-arek Malang menjadi Kera-kera Ngalam. Surat kabar Radar Malang itu Jawa Pos-nya Kera Ngalam. Sekitar pertengahan tahun 1990-an suporter Arema mulai berubah. Citra negatif terhadap suporter Arema ada sampai sekarang tetapi selama beberapa tahun yang lalu Aremania pernah diakui sebagai suporter Indonesia terbaik.
Pada waktu ribuan suporter ke Jakarta untuk putaran Delapan Besar Ligina VI Ketua Umum PSSI Agum Gumelar terkesan oleh penampilan suporter Arema di Stadion Senayan. Dia mengakui Aremania sebagai suporter kreatif, sportif dan atraktif. Di samping itu PSSI pernah mengundang Yuli Sugianto (dirigen suporter Arema) untuk mewakili suporter Indonesia. Selama Ligina VII sering diakui oleh suporter klub lain sebagai guru suporter lain. Pada Januari tahun 2001 di Tangerang, suporter mengucapkan selamat datang kepada Aremania dan sesudah ada insiden lemparan terhadap Aremania mereka mengucapkan termima kasih karena Aremania tidak terpancing oleh oknum provokator Tangerang. Pada Juli tahun itu diakui oleh suporter Solo sebagai `guru hebat’.
Lagipula kemajuan Aremania mempengaruhi keadaan di Malang. Selama waktu krismon, Malang tenang walaupun dimana-mana di Jawa telah kacau. Itu karena pemuda Malang telah merasa bersatu sebagai Aremania dan tidak ingin membuat kerusuhan di kotanya. Katanya ada suporter Solo yang mengirim sepasang bh dan celana dalam perempuan ke Aremania agar mengucapkan Aremania para penakut. Namun Aremania tidak mudah dipancing. Yang jelas dalam lingkungan suporter sepak bola telah dianggap maju dari masa dulunya. Lagipula mereka dianggap perintis suporter di Indonesia. Namun proses ini mulai lebih dari 5 tahun yang lalu dan Aremania sampai tahun 2001 berjuang untuk menghapus sisa-sisa brutalisme.
Sisa-sisa Brutalisme
Aremania tidak langsung berhasil dalam perjuangan untuk menghapus citra suporter brutal. Sampai tahun 1999 ada bentrokan antara suporter di Malang tetapi khususnya dengan Bonek. Keadaan kacau hampir tidak bisa dicegah aparat keamanan. Persaingan keras antara suporter Malang dan Surabaya terjadi selama ada kesempatan Arema melawan Persebaya. Akibatnya di Malang suporter Surabaya harus dilarang masuk Malang supaya mencegah insiden yang tidak diinginkan.
Pengurus Arema pernah minta pertandingan Arema versus Persebaya diadakan di luar Malang agar tidak ada tawuran. Namun ini diprotes Aremania yang menuntut bahwa pertandingan Arema tetap milik masyarakat Malang. Namun tahun-tahun tersebut harus dibedakan dari zaman geng-geng. Mungkin tahun-tahun yang berikut kelunturan geng-geng Malang bisa dianggap sebagai waktu peralihan. Sampai tahun 2001 ada insiden yang terjadi di luar Malang. Salah satu contoh konflik antara suporter Malang dan Surabaya adalah tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulan Mei tahun 2001.